Apa perbedaan antara Alat Bukti dengan
Barang Bukti?
Jawaban:
A. Alat Bukti
Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(”KUHAP”) disebutkan
bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana
yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang
yang dapat dipergunakan untuk pembuktian (Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, hal. 19). Hal ini berarti bahwa di luar dari
ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.
B. Barang Bukti
Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang
dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam Pasal
39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita,
yaitu:
a. benda atau tagihan tersangka atau
terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau
sebagai hasil dari tindak pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang digunakan untuk
menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau
diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. benda lain yang mempunyai hubungan
langsung dengan tindak pidana yang dilakukan,
Atau dengan kata lain
benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti (Ratna Nurul
Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, hal. 14).
Selain itu di dalam Hetterziene in Landcsh Regerment (”HIR”) juga
terdapat perihal barang bukti. Dalam Pasal
42 HIR disebutkan
bahwa para pegawai, pejabat atau pun orang-orang berwenang diharuskan mencari
kejahatan dan pelanggaran kemudian selanjutnya mencari dan merampas
barang-barang yang dipakai untuk melakukan suatu kejahatan serta barang-barang
yang didapatkan dari sebuah kejahatan. Penjelasan Pasal 42 HIR menyebutkan
barang-barang yang perlu di-beslag di
antaranya:
a. Barang-barang yang menjadi sasaran
tindak pidana (corpora delicti)
b. Barang-barang yang terjadi sebagai hasil
dari tindak pidana (corpora delicti)
c. Barang-barang yang dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana (instrumenta delicti)
d. Barang-barang yang pada umumnya dapat
dipergunakan untuk memberatkan atau meringankan kesalahan terdakwa (corpora
delicti)
Selain dari
pengertian-pengertian yang disebutkan oleh kitab undang-undang di atas,
pengertian mengenai barang bukti juga dikemukakan dengan doktrin oleh beberapa
Sarjana Hukum. Prof. Andi
Hamzah mengatakan, barang bukti dalam perkara pidana adalah
barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (objek delik) dan barang
dengan mana delik dilakukan (alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk
juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik (Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, hal. 254). Ciri-ciri benda yang dapat menjadi barang
bukti :
a. Merupakan objek materiil
b. Berbicara untuk diri sendiri
c. Sarana pembuktian yang paling bernilai
dibandingkan sarana pembuktian lainnya
d. Harus diidentifikasi dengan keterangan
saksi dan keterangan terdakwa
Menurut Martiman Prodjohamidjojo, barang bukti atau corpus delicti adalah barang bukti kejahatan. Dalam Pasal 181 KUHAP majelis hakim wajib memperlihatkan kepada terdakwa
segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenali barang bukti
terebut. Jika dianggap perlu, hakim sidang memperlihatkan barang bukti
tersebut. Ansori Hasibuan berpendapat
barang bukti ialah barang yang digunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu
delik atau sebagai hasil suatu delik, disita oleh penyidik untuk digunakan
sebagai barang bukti pengadilan.
Jadi, dari pendapat beberapa Sarjana Hukum di atas
dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan barang bukti adalah :
a. Barang yang dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana
b. Barang yang dipergunakan untuk membantu
melakukan suatu tindak pidana
c. Benda yang menjadi tujuan dari
dilakukannya suatu tindak pidana
d. Benda yang dihasilkan dari suatu tindak
pidana
e. Benda tersebut dapat memberikan suatu
keterangan bagi penyelidikan tindak pidana tersebut, baik berupa gambar ataupun
berupa rekaman suara
f. Barang bukti yang merupakan penunjang
alat bukti mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam suatu perkara pidana.
Tetapi kehadiran suatu barang bukti tidak mutlak dalam suatu perkara pidana,
karena ada beberapa tindak pidana yang dalam proses pembuktiannya tidak
memerlukan barang bukti, seperti tindak pidana penghinaan secara lisan (Pasal
310 ayat [1] KUHP) (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti,
hal.19).
Bila kita bandingkan
dengan sistem Common Law seperti di Amerika Serikat, alat-alat bukti tersebut
sangat berbeda. Dalam Criminal Procedure Law Amerika Serikat, yang disebut forms of evidence atau alat bukti adalah: real evidence, documentary evidence, testimonial
evidence dan judicial notice (Andi
Hamzah). Dalam sistem Common Law ini, real evidence (barang bukti) merupakan alat bukti yang paling
bernilai. Padahal real evidence atau barang bukti ini tidak termasuk alat bukti
menurut hukum acara pidana kita.
Bila memperhatikan
keterangan di atas, tidak terlihat adanya hubungan antara barang bukti dengan
alat bukti. Pasal 183 KUHAP mengatur bahwa untuk menentukan pidana kepada
terdakwa, kesalahannya harus terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah; dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah
tersebut, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa fungsi barang bukti
dalam sidang pengadilan adalah sebagai berikut:
1. Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah
(Pasal 184 ayat [1] KUHAP);
2. Mencari dan menemukan kebenaran materiil
atas perkara sidang yang ditangani;
3. Setelah barang bukti menjadi penunjang
alat bukti yang sah maka barang bukti tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim
atas kesalahan yang didakwakan JPU.
Dasar hukum:
1. Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR) / Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB),
(S. 1848 No. 16, S.1941 No. 44)
Setiap artikel jawaban
Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau
facebook Klinik Hukumonline.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar