Senin, 14 Juli 2014

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PRILAKU MENYIMPANG DALAM MASYARAKAT



FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PRILAKU MENYIMPANG DALAM MASYARAKAT
MAKALAH


Tugas


Oleh :

                   Mata Kuliah                     : Sosiologi Hukum
                     Nama                               : Muhammad Maulana Ksw
                     Nim                                 : 502010367
                    Nama Dosen                : Indra Jaya, SH, MH



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2013
KATA PENGANTAR

Asalamualaikum, Wr. Wb
 Saya panjatkan puji syukur Kepada Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Berkahnya mampu menyelesaikan Skripsi dalam bentuk makalah ini yang berjudul FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PRILAKU MENYIMPANG DALAM MASYARAKAT dan saya ucapkan kepada pihak yang telah membantu dalam memberi penjelasan materi makalah ini.
Mengingat makalah mungkin jauh dari kesempurnaannya diperlukan kritik dan saran agar kekurangan itu menjadi lebih baik lagi, semoga makalah ini bermanfaat, sekian dan terimakasih.


                                                                                                                      Penyusun,
                                                                                                   Palembang 10 Desember 2013


                                                                                               





SURAT PERNYATAAN


Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama                                       :M. Maulana
NIM                                        : 502010367
Program Studi                         : Ilmu Hukum

Menyatakan bahwa karya ilmiah / makalah saya yang berjudul :
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PRILAKU MENYIMPANG DALAM MASYARAKAT
Adalah bukan merupakan karya tulis orang lain, baik sebagaian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk daftar pustaka yang telah Saya sebutkan sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini Saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, Saya bersedia mendapatkan sanksi akademis.

Pelembang, 10 Desember 2013
Yang menyatakan,

M. Fajri Ilham F






DAFTAR ISI



Cover…………………………………………………………………………...….. 1
Kata Pengantar……………………………………………………………….…... 2
Surat Pernyataan…………………………………………………………….…… 3
Daftar Isi…………..………………………………………………………………. 4
BAB I PENDAHULUAN     
A.    Latar Belakang…………………………………………………………..…. 5
B.     Permasalahan……………………………………………………………..… 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Prilaku Menyimpang…………………………………………….9
B.     Bentuk dan Sifat Prilaku Mneyimpang…………………..…..…………… 10
C.     Macam-macam Prilaku Menyimpang……………………….……………. 11
D.    Teori-teori Prilaku Menyimpang………………………………………….. 14
BAB III PEMBAHASAN
A.    Faktor-faktor penyebab terjadinya prilaku menyimpang dalam masyarakat………………………………………………………………….17
B.     Pencegahan Terjadinya Prilaku Menyimpang Dalam Masyarakat……..… 19
BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan…………………………………………………………………23
B.     Saran……………………………………...……………………………….. 23

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dewasa ini banyak perilaku menyimpang yang dapat kita jumpai di masyarakat. Mulai dari tawuran pelajar, seks bebas, penyalahgunaan narkoba, dan lain sebagainya. Tidak sedikit dari kita yang tidak asing dengan kata perilaku menyimpang, akan tetapi tidak mengetahui apa yang di maksud dengan perilaku menyimpang tersebut. Maka dari itu tema yang saya angkat saat ini adalah tentang perilaku menyimpang.
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang dapat diartikan sebagai tingkah laku perbuatan atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.
Berikut ini beberapa definisi dari perilaku menyimpang yang dijelaskan oleh beberapa ahli sosiologi:
  1. Menurut James Worker Van Der Zaden. Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
  2. Menurut Robert Muhamad Zaenal lawang. Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam system itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut.
  3. Menurut Paul Band Horton. Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
4.      Menurut Lemert penyimpangan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan primer adalah suatu bentuk perilaku menyimpang yang bersifat sementara dan tidak dilakukan terus-menerus sehingga masih dapat ditolerir masyarakat seperti melanggar rambu lalu lintas, buang sampah sembarangan, dll. Sedangkan penyimpangan sekunder yakni perilaku menyimpang yang tidak mendapat toleransi dari masyarakat dan umumnya dilakukan berulang kali seperti merampok, menjambret, memakai narkoba, menjadi pelacur, dan lain-lain.
Sebelum mempelajari lebih lanjut tentang penyimpangan sosial, alangkah baiknya kita mengetahui makna penyimpangan sosial terlebih dahulu. Terkadang kita tidak mengetahui apakah tindakan kita sudah benar atau tidak di dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan ini kita defenisikan pengertian Perilaku penyimpangan (deviasi sosial) sebagai suatu bentuk perilaku yang tidak sesuai, melanggar, atau menyimpang dari nilai-nilai dan norma-norma sosial yang ada dalam masyarakat. Sehingga perilaku menyimpang dapat terjadi di mana saja, baik di keluarga maupun di masyarakat. Jadi, hal inilah menjadi tolak ukur kita, apakah tindakan kita menyimpang atau sudah sesuai dengan keinginan masyarakat atau justru tidak diinginkan oleh masyarakat. Dengan perkataan lain, penyimpangan sosial (deviasi sosial) adalah semua tindakan yang tidak berhasil menyesuaikan diri (comformity) terhadap kehendak masyarakat.
Penyimpangan adalah segala bentuk perilaku yang tidak menyesuaikan diri
dengan kehendak masyarakat. Dengan kata lain, penyimpangan adalah tindakan
atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang dianut dalam lingkungan
baik lingkungan keluarga maupun masyarakat. Penyimpangan terjadi apabila
seseorang atau kelompok tidak mematuhi norma dan nilai yang berlaku dalam
masyarakat. Penyimpangan terhadap nilai dan norma dalam masyarakat disebut
dengan deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan
penyimpangan disebut divian (deviant).
Pada masyarakat tradisional penyimpangan jarang sekali terjadi dan dapat
dikendalikan. Sebaliknya, pada masyarakat modern, penyimpangan dirasa semakin
banyak dan bahkan seringkali menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi pihak
lainnya. Salah satu bentuk penyimpangan adalah penyimpangan sosial.
Seperti halnya kebudayaan yang bersifat relatif maka penyimpangan sosial juga
bersifat relatif. Artinya, penyimpangan sosial sangat tergantung pada nilai dan norma
sosial yang berlaku. Suatu tingkah laku dapat dikatakan menyimpang oleh suatu
masyarakat, namun belum tentu dianggap menyimpang oleh masyarakat lain yang
memiliki norma dan nilai yang berbeda.
Penyimpangan sosial terlihat dalam bentuk perilaku menyimpang. Perilaku
menyimpang disebut nonkonformitas. Jadi, pada dasarnya perilaku menyimpang
adalah perilaku yang menyimpang atau sifat sesuai dengan norma dan nilai-nilai
yang dianut masyarakat atau kelompok, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja.
Terjadinya perilaku menyimpang haruslah dilihat dari situasi dan kondisi
masyarakat yang ada. Setiap individu memiliki latar belakang kehidupan yang
berbeda maka hal tersebut akan menyebabkan terbentuknya pola-pola perilaku yang
berlainan. Tidak semua individu mampu mengidentifikasi diri dengan nilai dan
norma yang berlaku di dalam masyarakat. Hal ini berarti gagalnya proses sosialisasi
sehingga cenderung menerapkan pola-pola perilaku yang salah dan menyimpang.
Adapun faktor-faktor penyebab timbulnya perilaku yang menyimpang adalah sebagai
berikut.
1. Perbedaan status (kesenjangan) sosial antara si kaya dan si miskin yang sangat
mencolok mengakibatkan timbulnya rasa iri dan dengki sehingga terjadilah
tindak korupsi, manipulasi, dan kolusi.
2. Banyaknya pemuda putus sekolah (drop out) dan pengangguran. Mereka yang
tidak mempunyai keahlian tidak mungkin bisa bekerja di perkantoran, padahal
mereka membutuhkan sandang, pangan, dan tempat tinggal. Akhirnya, mereka
mengambil jalan pintas dengan menjadi pengamen atau pengemis jalanan.
3. Kebutuhan ekonomi untuk serba berkecukupan, tanpa harus bersusah payah
bekerja, mengakibatkan seseorang mengambil jalan pintas dengan cara mencuri,
merampok, menodong, dan lain-lain.
4. Keluarga yang berantakan (broken home) dapat menyebabkan adanya
penyimpangan sosial. Sebagai pelampiasan, mereka melakukan kegiatan-
kegiatan yang sifatnya negatif seperti berjudi, narkoba, miras, terjun ke dalam
kompleks prostitusi.

5. Pengaruh media massa seperti adanya berita dan gambar-gambar serta siaran
TV yang menyajikan tentang tayangan tindak kekerasan dan kriminalitas.
Tentang pengaruh dan faktor0faktor yang mempengaruhi prilaku menyimpang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini sebagai berikut.

B.     Permasalahan
1.      Apa Faktor-faktor penyebab terjadinya prilaku menyimpang dalam masyarakat?
2.      Bagaimana mencegah terjadinya prilaku menyimpang dalam masyarakat?

























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.    Pengertian prilaku menyimpang
Perilaku menyimpang adalah suatu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Atau dengan kata lain penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap kehendak masyarakat.
Berikut beberapa teori yang menyatakan bahwa penyimpangan adalah perilaku yang didefinisikan secara sosial.
1.      Korblum
Penyimpangan tidak hanya dapat dikategorikan kepada individu atau masyarakat dengan kategori deviance (penyimpangan) dan deviant (penyimpang), tetapi akan dijumpai pula yang disebut dengan institusi menyimpang atau deiant institution. Contoh yang dikemukakan oleh Korblum terkait dengan organized crime atau kejahatan terorganisir seperti sindikat pengedaran narkoba.
2.      James W. Van der Zanden
Penyimpangan perilaku merupakan tindakan yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi
3.      Robert M.Z Lawang
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial.
4.      Soerjono Soekanto
Perilaku menyimpang dapat dimaknai sebagai kecenderungan untuk menyimpang dari suatu norma atau tidak patuh terhadap suatu norma tertentu.
5.      Tuti Budi Rahayu
perilaku menyimpang adalah perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan, ataupun norma sosial yang berlaku.
Secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang (Narwoko, 2006), antara lain:
1.      Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang ada. Contohnya, memakai sandal butut ke acara resmi, membolos sekolah, merokok di area bebas rokok, membuang sampah sembarangan, dan sebagainya.
2.      Tindakan yang anti sosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. bentuk tindakannya seperti, menarik diri dari pergaulan, menolak untuk berteman, keinginan bunuh diri, dan lain sebagainya.
3.      Tindakan-tindakan kriminal, yaitu tindakan yang secara nyata telah melanggar aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. contohnya, pencurian, perampokan, penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, dan sebagainya
4.      Tindakan-tindakan kriminal, yaitu tindakan secara nyata telah melanggar aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. contohnya, pencurian, perampokan, penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, dan sebagainya.

B.     Bentuk dan Sifat-sifat Prilaku Menyimpang
Menurut Edwin M. Lemert (1951), perilaku menyimpang dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu:
1.      Perilaku Menyimpang Primer (primary deviation) yaitu penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih diterima masyarakat. Ciri-ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan secara berulang-ulang, dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat.
2.      Perilaku Menyimpang Sekunder (secondary deviation) yaitu penyimpangan yang dilakukan secara terus menerus, penyimpangan ini tidak bisa ditolerir oleh masyarakat sebab sudah mengarah pada tindak kejahatan atau kriminalitas.
Sedang berdasarkan sifat penyimpangan, yaitu penyimpangan yang bersifat positif dan penyimpangan yang bersifat negatif.
1.      Penyimpangan yang bersifat positif
Adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial karena mengandung unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya alternatif. Penyimpangan demikian umumnya dapat diterima masyarakat karena sesuai dengan perubahan zaman. Contoh, emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan banyak wanita karier.
2.      Penyimpangan yang bersifat negatif
Dalam penyimpangan ini, pelaku bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan berakibat buruk serta mengganggu sistem sosial. Tindakan dan pelakunya akan di dicela dan tidak diterima oleh masyarakat. Bobot penyimpangan dapat diukur menurut kaidah sosial yang dilanggar.
Contoh:
a.       Seseorang yang terbukti melakukan pembunuhan setelah diproses melalui pengadilan dapat diancam hukuman minimal delapan tahun penjara.
b.      Seseorang yang terbukti melakukan perkosaan dan pembunuhan yang direncanakan dapat dijatuhi hukuman seumur hidup.
c.       Seorang koruptor selain harus mengembalikan kekayaan yang dimilikinya kepada negara, juga tetap dikenakan hukuman penjara.

C.    Macam-macam Prilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang dapat kita golongkan atas tindakan kriminal atau kejahatan, penyimpangan seksual, penyimpangan dalam bentuk pemakaian, dan pengedaranobat terlarang, serta penyimpangan dalam gaya hidup.
1.      Tindakan kriminal atau kejahatan
Tindak kriminal maupun kejahatan umumnya bertentangan dengan norma sosial, dan norma agama yang berlaku di masyarakat. Yang termasuk ke dalam tindakan kriminal antara lain: pencurian, penganiayaan, pembunuhan, penipuan, pemerkosaan, dan perampokan. Tindakan kejahatan ini biasanya menyebabkan pihak lain kehilangan harta benda, cacat tubuh bahkan kehilangan nyawa. Tindak kejahatan mencakup pula semua kegiatan yang dapat mengganggu keamanan dan kestabilan negara, seperti korupsi, makar, subversi, dan terorisme.
Emile Durkheim menyebut penyimpangan sebagai kejahatan, sedangkan ahli sosiologi lain membuat klasifikasi berbeda. Light, Keller, dan Calhoun membdedakan tipe kejahatan menjadi empat yaitu:
a.       Kejahatan tanpa korban (crime without victim)
Kejahatan ini tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindak pidana orang lain. Contoh perbuatan berjudi, penyalahgunaan obat bius, mabuk-mabukan, hubungan seks yang tidak sah yang dilakukan secara sukarela oleh orang dewasa. Meskipun tidak membawa korban, perilaku-perilaku ini tetap dogolongkan sebagai perilaku menyimpang oleh masyarakat. Kejahatan seperti ini dapat mengorbankan orang lain apabila menyebabkan tindakan negatif lebih lanjut misalnya, seseorang ingin berjudi tapi karena tidak memiliki uang lalu mencuri harta orang lain, atau perilaku seks yang menimbulkan HIV/AIDS dan menularkannya pada orang lain.
b.      Kejahatan terorganisasi (organized crime)
Pelaku kejahatan merupakan komplotan yang secara berkesinambungan melakukan      berbagai cara untuk mendapatkan uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari hukum. Misalnya komplotan korupsi, penyediaan jasa pelacur, perjudian gelap, penadah barang curian, atau peminjaman uang dengan bunga tinggi (rentenir). Kejahatan terorganisasi yang melibatkan hubungan antarnegara disebut kejahatan terorganisasi transnasional. Contoh penjualan bayi ke luar negeri, penjualan perempuan ke Jepang atau Thailand, atau jaringan narkoba internasional.
c.       Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan ini merupakan tipe kejahatan yang mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh orang terpandang atau orang yang berstatus tinggi dalam rangka pekerjaannya. Contoh, penghindaran pajak, penggelapan uang perusahaan oleh pemilik perusahaan, atau pejabat negara yang melakukan korupsi.
d.      Kejahatan korporat (corporate crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Misalnya, suatu perusahaan membuang limbah racun ke sungai dan mengakibatkan penduduk sekitar mengalami berbagai jenis penyakit.
2.      Penyimpangan Seksual
Penyimpangan seksual Adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. Beberapa jenis penyimpangan seksual antara lain perzinahan, lesbianisme, homoseksual, kumpul kebo, sodomi, transvestitisme, sadisme, dan pedophilia.
a.       Perzinahan adalah hubungan seksual di luar nikah
b.      Lesbianisme adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh sesama wanita
c.       Homoseksual adalah hubungan seksual yang dilakuakn oleh sesama laki-laki
d.      Kumpul kebo adalah hidup seperti suami istri tanpa nikah
e.       Sodomi adalah hubungan seks melalui anus
f.       Transvestitisme adalah memuaskan keinginan seks dengan mengenakan pakaian lawan jenis
g.      Sadisme adalah pemuasan seks dengan menyakiti orang lain
h.      Pedophilia adalah memuaskan keinginan seks dengan mengadakan kontak seksual dengan anak-anak.
3.      Pemakaian dan Pengedaran Obat Terlarang
Penyimpangan dalam bentuk pemakaian dan pengedaran obat terlarang merupakan bentuk penyimpangan dari nilai dan norma sosial maupun agama. Akibat negatifnya bukan hanya pada kesehatan fisik dan mental seseorang, tetapi lebih jauh pada eksistensi sebuah negara. Sebuah negara yang terdiri dari manusia-manusia yang memiliki kesehatan mental dan fisik yang rendah tidak akan mampu berkompetensi dengan negara-negara lain yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi. contoh obat terlarang adalah narkotika (ganja, candu, putaw), psikotropika (estasy, amphetamine, magadon), dan alkohol.
Penyalahgunaan obat-obat terlarang memang lebih banyak terjadi pada kaum remaja karena perkembangan emosi mereka yang belum stabil, cenderung ingin mencoba, kepribadian yang cenderung asosial (tidak mempertimbangkan orang lain, kondisi kecemasan atau depresi, situasi keluarga yang tidak harmonis, salah memilih teman, obat-obatan mudah diperoleh, dan sebagainya.
Menurut Dr. Graham Baliance, kaum remaja lebih mudah terjerumus pada penggunaan anrkotika karena faktor-faktor berikut:
a.       Ingin membuktikan keberanian dalam melalukan tindakan berbahaya seperti kebut-kebutan, berkelahi, dan mengancam.
b.      Ingin menunjukkan tindakan menentang orangtua yang otoriter atau siapa saja yang dianggap tidak sepaham dengan dirinya.
c.       Ingin melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman emosional
d.      Ingin mencari dan menemukan arti hidup
e.       Ingin mengisi kekosongan dan kebosanan (tidak memiliki banyak aktivitas di luar sekolah)
f.        Ingin menghilangkan kegelisahan
g.      Solidaritas diantara kawan
h.      Ingin tahu dan iseng
4.      Penyimpangan dalam Bentuk Gaya Hidup
Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang lain dari biasanya antara lain sikap arogansi dan eksentrik. Sikap arogansi antara lain kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kekayaan, kekuasaan, dan kepandaian. Sikap arogansi bisa saja dilakukan oleh seseorang yang ingin menutupi kekurangan yang dimilikinya. Sikap eksentrik ialah perbuatan yang menyimpang dari biasanya sehingga dianggap aneh, seperti anak laki-laki memakai anting-anting atau benda lainnya yang biasa dikenakan wanita, atau seniman dan penuda yang berambut panjang.

D.    Teori-teori Prilaku Menyimpang

1.      Teori differential association (Edwin H. Sutherland). Edward memandang bahwa perilaku menyimpang bersumber pada pergaulan yang berbeda (diffrential assosiation), artinya seorang individu mempelajari suatu perilaku meyimpang dan interaksinya dengan seorang individu yang berbeda latar belakang asal, kelompok, atau budaya.
Apabila diperinci, asosiasi difrensial memiliki sembilan perposisi, antara lain:
1.      Perilaku menyimpang merupakan hasil dari proses belajar atau yang dipelajari
2.      Perilaku menyimpang dipelajari oleh seseorang dalam interaksinya dengan orang lain.
3.      Perilaku menyimpang terjadi dalam kelompok personal yang intim dan akrab.
4.      Hal-hal yang dipelajari dalam proses terbentuknya perilaku menyimpang adalah teknis teknis penyimpangan dan petunjuk khusus tentang motif perilaku menyimpang.
5.      petunjuk petunjuk tsb. Dipelajari dari definisi norma yang babik atau buruk.
6.      seorang yang melakukan penyimpangan karena lebih menguntungkan bila ia melakukan penyimpangan.
7.      Terbentuknya asosiasi difrensial bervariasi.
8.      perilaku menyimpang melibatkan seluruh mekanisme yang berlaku dalam proses belajar.
9.      perilaku menyimpang tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan dan nilai umum.

2.      Teori Labeling
Teori-teori umum tentang penyimpangan mencoba menjelaskan semua bentuk penyimpangan. Tetapi teori-teori terbatas lebih mempunyai lingkup penjelasan yang terbatas. Beberapa teori terbatas adalah untuk jenis penyimpangan tertentu saja, atau untuk bentuk substantif penyimpangan tertentu (seperti alkoholisme dan bunuh diri), atau dibatasi untuk menjelaskan tindakan menyimpang bukan perilaku menyimpang. Dalam bab ini perpektif-perpektif labeling, kontrol dan konflik adalah contoh-contoh teori-teori terbatas yang didiskusikan.
Perspektif labeling mengetengahkan pendekatan interaksionisme dengan berkonsentrasi pada konsekuensi interaksi antara penyimpang dengan agen kontrol sosial. Teori ini memperkirakan bahwa pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpang. Ditutupnya peran konvensional bagi seseorang dengan pemberian stigma dan label, menyebabkan orang tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam mempertahankan diri dari pemberian label. Untuk masuk kembali ke dalam peran sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah berbahaya dan individu merasa teralienasi. Menurut teori labeling, pemberian sanksi dan label yang dimaksudkan untuk mengontrol penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya.
3.      Teori Anomie
Teori anomi adalah teori struktural tentang penyimpangan yang paling penting selama lebih dari lima puluh tahun. Teori anomi menempatkan ketidakseimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai penyebab penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan dari pada cara-cara yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya itu. Individu dan kelompok dalam masyarakat seperti itu harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk penyesuaian diri itu bisa jadi sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang menganut norma-norma masyarakat dalam waktu yang lama, sementara orang atau kelompok lainnya melakukan penyimpangan. Kelompok yang mengalami lebih banyak ketegangan karena ketidakseimbangan ini (misalnya orang-orang kelas bawah) lebih cenderung mengadaptasi penyimpangan daripada kelompok lainnya. Robert K merton : mengkaji pada jenjang makro yaitu pada jenjang stuktur sosial:
a.       Konformitas : pelaku mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan masyarakat.
b.      Inovasi : terjadi apabila seseorang menerima tujuan yang sesuai dengan
nilai2 budaya dan diidam2kan masyarakat tetapi menolak norma2 atau kaidah2 yang berlaku.
c.       Ritualisme :Terjadi apabila seseorang menerima cara - cara yang diperkenankan secara kultural tetapi menolak tujuan - tujuan kebudayaan.
d.      Retreatism (pengasingan diri) : timbul apabila seseorang menolak tujuan – tujuan yang disetujui maupun cara2 pencapaian tujuan itu.
e.       Rebellion (pemberontakan) : terjadi apabila orang menolak sarana maupun tujuan yang disahkan oleh kebudayaan dan menggantikannya dengan yang lain.
4.      Teori Kontrol
Perspektif kontrol adalah perspektif yang terbatas untuk penjelasan delinkuensi dan kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya integrasi sosial. Kelompk-kelompok yang lemah ikatan sosialnya (misalnya kelas bawah) cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat dengan peraturan konvensional. Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok konvensional, sedikit sekali kecenderungan menyimpang dari aturan-aturan kelompoknya. Tapi jika ada jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan, seseorang merasa lebih bebas untuk menyimpang.

5.      Teori Konflik
Teori konflik adalah pendekatan terhadap penyimpangan yang paling banyak diaplikasikan kepada kejahatan, walaupun banyak juga digunakan dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. Ia adalah teori penjelasan norma, peraturan dan hukum daripada penjelasan perilaku yang dianggap melanggar peraturan. Peraturan datang dari individu dan kelompok yang mempunyai kekuasaan yang mempengaruhi dan memotong kebijakan publik melalui hukum. Kelompok-kelompok elit menggunakan pengaruhnya terhadap isi hukum dan proses pelaksanaan sistem peradilan pidana. Norma sosial lainnya mengikuti pola berikut ini. Beberapa kelompok yang sangat berkuasa membuat norma mereka menjadi dominan, misalnya norma yang menganjurkan hubungan heteroseksual, tidak kecanduan minuman keras, menghindari bunuh diri karena alasan moral.















BAB III
PEMBAHASAN


A.    Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Prilaku Menyimpang dalam Masyarakat
Secara umum ada sejumlah faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang dalam masyarakat, antara lain:
1.      Longgar atau tidaknya nilai dan norma
Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik buruk atau benar salah menurut pengertiannumum, melainkan berdasarkan ukuran longgar tidaknya nilai dan norma sosial masyarakat. Nilai dan norma sosial mayarakat yang satu berbeda dengan nilai dan norma masyarakat lain. misalnya hidup bersama tanpa ikatan perkawinan (kumpul kebo) di Indonesia dianggap penyimpangan, namun di masyarakat Barat merupakan hal yang biasa.
2.      Sosialisasi yang tidak sempurna
Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak sempurna, sehingga menimbulkan perilaku menyimpang. Contohnya, dalam keluarga, orangtua idealnya bertindak sebagai panutan atau pedoman, menjadi teladan. Namun kadangkala yang terjadi, orang tua justru memberi contoh yang salah, seperti merokok atau berkata kasar. Anak yang melihatnya sangat mungkin akan mengikuti perilaku menyimpang.
3.      Sosialisasi sub kebudayaan menyimpang
Perilaku menyimpang dapat juga terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai sub kebudayaan menyimpang, yaitu sesuatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan atau pada umunya. Contoh, masyarakat yang tinggal di lokalisasi prostitusi, masalah etika dan estetika kurang diperhatikan, sering cekcok, mengeluarkan kata-kata kotor, serta melakukan perbuatan asusila. Hal itu oleh masyarkat umum dianggap perilaku menyimpang.
Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seseorang tidak terjadi begitu saja tanpa ada sebab-sebab yang menyertainya, karena perilaku menyimpang berkembang melalui suatu periode waktu-waktu tertentu sebagai hasil dari serangkaian tahapan interaksisosial dan adanya kesempatan untuk berperilaku menyimpang.

Adapun sebab atau faktor-faktor terjadinya perilaku menyimpang antara lain yaitu:
a. Hasil Sosialisasi yang Tidak Sempurna ( Ketidaksanggupan Menyerap Norma-Norma Kebudayaan) Apabila proses sosialisasi tidak sempurna, maka dapat melahirkan suatu perilaku menyimpang. Proses sosialisasi tidak sempurna terjadi karena nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi yang dijalankan, sehingga seseorang tidak memprhitungkan resiko yang terjadi apabila ia melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku.
Contoh perilaku menyimpang akibat ketidaksempurnaan proses sosialisasi dalam keluarga, bahwa anak-anak yang melakukan kejahatan cenderung berasal dari keluarga yang retak/rusak, artinya ia mengalami ketiksempurnaan dalam proses sosialisasi dalm keluarganya.
b. Proses Belajar yang Menyimpang Proses belajar ini terjadi karena melalui interaksi sosial dengan orang lain terutama dengan orang-orang yang memiliki perilaku menyimpang dan sudah berpengalaman dalam hal menyimpang.
c. Ketegangan antara Kebudayaan dan Struktur Sosial Apabila peluang untuk mencari cara-cara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak diberikan, maka muncul kemungkinan akan terjadinya perilaku menyimpang.
Contoh pada masyarakat feodal tuan tanah memiliki kekuasaan istimewa atas warga yang berstatus buruh tani atau penyewa sehingga tuan tanah dapat melakukan tindakan sewenang-wenang pada para buruh atau penyewa tanah yaitu dengan menurunkan upah ataupun kenaikan harga sewa. Apabila kesewenang-wenangan itu terjadi secara terus-menerus, maka dapat memicu terjadinya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh buruh dan penyewa tanah yaitu dengan melakukan kekerasan, perlawanan, penipuan, atau bahkan pembunuhan.
d. Ikatan Sosial yang Berlainan
e. Hasil Sosialisasi dari Nilai-Nilai Subkebudayaan yang Menyimpang


B.     Pencegahan Terjadinya Prilaku Menyimpang dalam Masyarakat
Ada pepatah yang mengatakan bahwa  mencegah lebih baik daripada mengobati. Demikian halnya dalam menghadapi begitu banyak kasus penyimpangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat, perlu adanya upaya pencegahan sejak dini. Kenyataan menunjukkan bahwa tindakan represif petugas penertiban kepada para pelaku penyimpangan sosial yang meresahkan masyarakat ternyata tidak membuat para pelaku penyimpangan sosial jera. Ibaratnya patah tumbuh hilang berganti, satu diberantas yang lainnya bermunculan.
1.        Upaya Pencegahan Penyimpangan Sosial dalam Keluarga
Keluarga merupakan tempat awal seseorang menyerap nilai- nlai dan norma-norma sosial. Melalui keluargalah kepribadian seseorang terbentuk. Segala bentuk perilaku yang dilakukan seseorang erat kaitannya dengan sikap mental kepribadiannya. Keluarga sebagai peletak dasar terbentuknya kepribadian seseorang sangat berperan besar dalam menciptakan suasana yang kondusif bagi usaha pencegahan terhadap segala bentuk perilaku menyimpang. Adapun bentuk-bentuk upaya pencegahan penyimpangan sosial dalam keluarga antara lain:
a.    Melalui penanaman nilai-nilai dan norma agama
Setiap orang tua memiliki tanggung jawab moral untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan agama dan keyakinan yang ia anut. Oleh karena itu, orang tua memiliki kewajiban mengarahkan anak-anaknya untuk berperilaku sesuai dengan agama yang dianutnya.
Apabila proses penanaman nilai-nilai dan norma-norma yang terkandung dalam ajaran agama dapat ditanamkan sejak dini kepada diri anak-anak, maka ia akan memiliki sikap mental yang kokoh, sehingga tidak tergiur untuk melakukan perilaku menyimpang meskipun dalam situasi yang sangat sulit. Sebab salah satu ciri khas orang yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah kuat dan tabah menghadapi berbagai cobaan dan tetap bersandarkan kepada kekuasaan Tuhan dalam bentuk tetap taat menjalankan perintah-Nya dan menghindari larangan-Nya.


b.    Menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga
Bagi seorang anak, orang tua adalah sandaran hidupnya. Sebelum mengenal orang lain, seorang anak memperoleh perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang yang terpenuhi dari keluarga menjadikan anak merasa betah di rumah dan tidak mencari perhatian dan kesenangan di luar rumah. Kenakalan remaja tumbuh karena anak merasa tidak memperoleh perhatian yang cukup dari orang tua, sehingga ia melakukan apa yang dianggapnya menyenangkan di luar rumah.
c.    Keteladanan orang tua
Meskipun belum ada penelitian yang menyatakan bahwa or- ang tua yang berperilaku menyimpang akan menurunkan anak-anak yang berperilaku menyimpang pula, namun yang pasti adalah anak-anak membutuhkan sosok idola bagi pertumbuhan dan perkembangan dalam hidupnya. Jika dalam keseharian orang tua menunjukkan perilaku yang menyimpang, misalnya merokok, meminum minuman keras, berjudi, maka secara tidak sadar anak telah terbiasa mengalami sosialisasi terhadap subkebudayaan menyimpang tersebut. Karena kebiasaan merokok dilakukan oleh orang tuanya, maka anak menganggap bahwa merokok merupakan perilaku yang wajar dilakukan oleh orang tua, sehingga dalam benak anak berkembang paham yang keliru bahwa merokok merupakan salah satu ciri-ciri kedewasaan. Bahkan tidak mustahil karena banyaknya orang-orang dewasa di sekitarnya yang merokok membuat anak terpengaruh meskipun orang tua di rumah tidak merokok. Mengapa demikian? Meniru hal yang baik bukan sesuatu yang mudah, tetapi meniru hal-hal yang buruk dan menyimpang bukan hal yang sulit. Maka orang tua kadangkala terkejut ketika mengetahui bahwa anaknya di sekolah terlibat tawuran, padahal di rumah dikenal sebagai anak yang penurut, pendiam, rajin, dan taat beribadah seperti yang dicontohkan orang tuanya.
2.        Upaya Pencegahan Penyimpangan Sosial dalam Masyarakat
Kalian mungkin pernah melihat tayangan di televisi, saat seorang pelaku tindak kejahatan diwawancarai, ia mengatakan telah khilaf melakukan kejahatan karena terpengaruh oleh media massa yang memuat tentang tindak kejahatan. Demikian pula pengakuan para pecandu narkoba maupun pelaku kenakalan remaja yang menjadikan pengaruh lingkungan sebagai kambing hitam penyebab ia terjerumus.
Bisa saja apa yang diungkapkan pelaku penyimpangan itu merupakan alibi (alasan) agar ia dibebaskan dari sanksi hukum, tetapi tidak menutup kemungkinan apa yang diungkapkan itu merupakan sebuah kebenaran.
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak terlepas bahkan tergantung pada lingkungan sosialnya. Jika dalam kehidupan masyarakat, perilaku menyimpang dianggap hal yang biasa atau wajar, maka akan bermunculanlah pelaku-pelaku penyimpangan sosial. Untuk membentuk suatu masyarakat yang teratur, selain dibutuhkan kesadaran dari masing-masing warga, juga diperlukan adanya kontrol sosial dari masyarakat.
Namun kenyataannya kontrol sosial masyarakat terhadap perilaku-perilaku menyimpang menunjukkan gejala ke arah yang makin longgar. Misalnya prostitusi yang merupakan bentuk penyimpangan sosial, namun kenyataannya masyarakat baru merasa resah dan terganggu ketika prostitusi mulai menunjukkan aktivitas yang menyolok. Ketika baru ada sepasang remaja yang menggunakan taman untuk berdua- duaan tidak ada orang yang mempedulikan, bahkan mungkin masyarakat merasa itu bukan urusannya. Namun setelah berkembang menjadi buah bibir bahwa taman itu telah terjadi transaksi para PSK, baru masyarakat ramai-ramai merasa resah. Oleh karena itu, masyarakat sebagai suatu kesatuan sosial perlu melakukan upaya pencegahan terhadap penyimpangan sosial dalam bentuk:
a.    Melalui pertemuan dalam lingkup RT para warga saling mengungkapkan perlunya menjaga keteraturan sosial dan melakukan peringatan jika ada hal-hal yang dianggap menyimpang
b.    Menciptakan suasana yang kondusif bagi terbentuknya keteraturan sosial. Misalnya mewadahi kegiatan remaja melalui kegiatan karang taruna dengan arah dan tujuan yang positif.
c.    Memasang peringatan atau ajakan agar warga selalu tetap menjaga keteraturan sosial, misalnya diberlakukannya aturan bagi setiap tamu yang bermalam harus melapor ke RT, pengamen dan pemulung dilarang masuk ke pemukiman, dan sebagainya.
d.    Peran serta media massa untuk menyiarkan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dan hal-hal yang seharusnya dihindari, karena kadangkala masyarakat menganggap apa yang dilakukan sudah benar, padahal sebenarnya tidak demikian.
e.    Peran serta kaum pemuka agama untuk menanamkan kesadaran kepada para pengikutnya agar menjalankan ajaran sesuai dengan nilai dan norma agama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, setiap pengikutnya dengan penuh kesadaran mampu membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dilakukan dan mana yang harus dihindari. Jangan sampai agama justru dikorbankan sebagai kedok untuk menyembunyikan penyimpangan sosial yang telah dilakukan.
f.    Peran serta sekolah sebagai institusi pendidikan untuk menerapkan tata tertib dilengkapi sanksi dan tindakan tegas bagi siswa yang melanggarnya



















BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sejumlah faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang dalam masyarakat, antara lain adalah tidak adanya nilai dan norma, sosoialisasi yang tidak sempurna, sosialisasi sub kebudayaan yang menyimpang, proses belajar yang menyimpang, ketegangan antara budaya dan struktur sosial.
Pencegahan terjadinya prilaku menyimpang dengan cara sebagai berikut, melalui penanaman nilai-nilai dan norma, menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga, keteladanan orang tua, menjaga keteraturan sosial, menciptakan suasana yang kondusif.

B.     Saran
Dengan menyaksikan suatu penyimpangan sosila yang terjadi dalam masyarakat sudah saatnya semua aparatur Negara turun untuk mencegah dan melakuakn pembinaan agar penyimpangan sosial tersebut dapat dikurangi maupun terselesaikan.














DAFTAR PUSTAKA


belajar sosiologi.com










Tidak ada komentar:

Posting Komentar