BAB I
PENDAHULUAN
A
. Latar Belakang
Sesuai dengan
amanat Undang-undang Dasar 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran
serta masyarakat. Disamping
itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pemerintah
Daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan
dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek
hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keanekaragaman daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara
adil dan selaras. Disamping itu, perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan
dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan
kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyenggaraan
pemerintahan negara.
Namun seiring
dengan adanya perubahan undang-undang mengenai pemerintahan daerah maka
kewenangan penyelenggaraan daerah juga berbeda dari masing-masing perubahan
tersebut. Dari semenjak kemerdekaan sampai dengan sekarang sudah terjadi
sembilan kali (9x) perubahan perundang-undangan yang mengatur tentang
pemerintahan daerah. Perubahan tersebut terjadi karena adanya berbagai
perubahan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang disesuaikan dengan
perubahan zaman.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat makalah dengan
judul ”Pengaturan Kewenangan Pemerintah Daerah sebagai Akibat Perubahan
Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah”.
B
. Permasalahan
1.
Bagaimana sejarah perubahan
Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari 1957 sampai dengan sekarang ?
2.
Bagaimana pengaturan Kewenangan Pemerintah
Daerah terkait dengan perubahan
undang-undang tentang Pemerintahan Daerah ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Sejarah
perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari tahun 1957 sampai
dengan sekarang.
Kalau kita
ingin tahu tentang baik buruknya dan sebab musabab diatur sedemikian dalam
suatu peraturan perundang-undangan maka salah satu jalan yang bisa dilakukan
adalah melihat sejarah perubahan dari berlakunya suatu produk
perundang-undangan. Dalam hal ini, peran sejarah sangat penting sebagaimana
diutarakan oleh sejarawan Polandia B. Miskiewicz, dikatakan bahwa :
Tugas sejarah
adalah memeriksa dengan teliti kejadian-kejadian historis, artinya menelusuri
otentisitas dan kesungguhan pengetahuan akan fakta-fakta, maupun hubungan satu
dengan yang lain di dalam proses sejarah tersebut dan dari sini menurunkan
dalil-dalil, hukum-hukum dan kecenderungan-kecenderungan masyarakat.
Fakta-fakta tersebut ditentukan berdasarkan bahan-bahan yang digali dari
sumber-sumber dan dari sini melalui metode-metode penelitian yang terukur
membaca kehidupan individuil dan kemasyarakatan manusia.
Dengan melihat
sejarah perubahan perundang-undangan yang ada kita dapat mengetahui maksud yang
diinginkan dari perubahan tersebut, sehingga dengan demikian kita mudah
memahami norma-norma yang ada dalam suatu produk perundang-undangan.
Dengan
keterbatasan yang dimiliki penulis, dalam makalah ini penulis ingin menguraikan
tentang sejarah perubahan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah mulai dari
tahun 1957 sampai dengan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku
sekarang di Indonesia.
a.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Ada 4 (empat)
persoalan besar yang mau diselesaikan dalam undang-undang ini yang sebelumnya
belum dapat diselesaikan, yaitu:
1. Bagaimana
seharusnya isi otonomi itu;
2. Berapa
selayaknya jumlah tingkat-tingkat yang dapat dibentuk dalam sistem otonomi itu;
3. Bagaimana
seharusnya kedudukan Kepala Daerah berhadapan dengan otonomi itu; dan
4. Bagaimana
dan apa isi pengawasan yang tak boleh tidak harus dilakukan terhadap
daerah-daerah otonomi oleh penguasa pusat.
Secara umum
undang-undang ini bermaksud untuk mengatur sebaik-baiknya soal-soal yang
semata-mata terletak dalam lapangan otonomi dan ”medebewind” diseluruh
wilayah Negara Republik Indonesia.
Disamping itu,
undang-undang ini juga merancang tentang Pemilihan Kepala Daerah secara
langsung. Dimana Kepala Daerah haruslah seorang yang dekat kepada dan dikenal
oleh masyarakat daerah yang bersangkutan, oleh karena itu Kepala Daerah
haruslah seorang yang mendapat kepercayaan dari rakyat tersebut dan diserahi
kekuasaan atas kepercayaan rakyat itu. Akan tetapi meskipun pada azasnya
seorang Kepala Daerah harus dipilih secara langsung, namun sementara waktu
dipandang perlu memperhatikan pula keadaan yang nyata dan perkembangan
masyarakat di daerah-daerah yang kenyataannya belum bisa sampai ke taraf itu,
yang dapat menjamin berlangsungnya pemilihan dengan diperolehnya hasil dari
pemilihan itu yang sebaik-baiknya. Untuk sementara waktu Kepala Daerah tetap dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan mmperhatikan syarat-syarat kecakapan
dan pengetahuan yang diperlukan bagi jabatan tersebut.
b.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Perubahan
Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
ke Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dilatarbelakangi karena perkembangan
ketatanegaraan setelah Dekrit Presiden Republik Indonesia tanggal 5 Juli 1959
yang menyatakan berlakukanya kembali Undang-undang Dasar 1945, maka
undang-undang ini disusun untuk malaksanakan Pasal 18 UUD dengan berpedoman
kepada Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan
Negara yang dipidatokan Presiden pada tanggal 17Agustus 1959 dan telah
diperkuat oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor
1/MPRS/1960 bersama dengan segala pedoman pelaksanaannya.
Sesuai dengan
Ketetapan MPRS Nomor: II/MPRS/1960 dan Keputusan Presiden Nomor: 514 tahun
1961, maka undang-undang ini mencakup segala pokok-pokok (unsur-unsur) yang
progresif dari Undang-undang No. 22 Tahun 1948, Undang-undang No. 1 Tahun 1957,
Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 (disempurnakan), Penetapan Presiden No. 2
tahun 1960 dan Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960 (disempurnakan) juncto
Penetapan Presiden No. 7 Tahn 1965 dengan maksud dan tujuan berdasarkan gagasan
Demokrasi Terpimpin dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan
berlakunya satu saja undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah ini,
maka dapatlah diakhiri kesimpangsiuran dibidang hukum yang menjadi landasan
bagi pembentukan dan penyusunan Pemerintahan Daerah dan dapat diakhiri pula
segala kelemahan demokrasi liberal, sehingga akan terwujudlah pemerintahan
daerah yang memenuhi sifat-sifat dan syarat-syarat yang dikehendaki oleh
Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 yaitu stabil dan berkewibawaan yang
mencerminkan kehendak rakyat, revolusioner dan gotong royong, serta terjaminnya
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang ini berkehendak
membagi habis seluruh Negara Republik Indonesia dalam tiga tingkatan daerah
yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Otonomi).
c.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
Perubahan ini
disebabkan karena Undang-undang sebelumnya sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan pada waktu itu, dimana sesuai dengan sifat Negara Kesatuan
Republik Indonesia maka kedudukan Pemerintah Daerah sejauh mungkin
diseragamkan. Disamping itu untuk menjamin terselenggaranya tertib
pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dibagi atas
daerah besar dan daerah kecil, baik yang bersifat otonom maupun yang bersifat
administratif.
d.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Undang-undang
ini pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih
mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi, karena Negara Republik Indonesia
sebagai Negara Kesatuan menganut asas Desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah. Dengan kata lain perubahan Undang-undang
tentang Pemerintahan Daerah dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 ke
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah perubahan dari penyerahan urusan ke
pengakuan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan menguruh sendiri rumah
tangganya.
Hal-hal
mendasar dalam undang-undang ini adalah mendorong untuk memberdayakan
masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Oleh karena itu, undang-undang
ini menempatkan otonomi daerah secara utuh pada Daerah Kabupaten dan Daerah
Kota, yang dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 berkedudukan sebagai
Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya daerah Tingkat II. Daerah Kabupaten
dan Daerah Kota tersebut berkedudukan sebagai Daerah Otonom mempunyai
kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut
prakarsa dan aspirasi masyarakat. Propinsi daaerah Tingkat I menurut
Undang-undang No. 5 Tahun 1974, dalam undang-undang ini dijadikan daerah
Propinsi dengan kedudukan sebagai Daerah Otonom dan sekaligus Wilayah
Administrasi, yang melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat yang didelegasikan
kepada Gubernur. Daerah Propinsi bukan merupakan Pemerintahan atasan dari
daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan demikian, Daerah Otonomi Propinsi dan
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mempunyai hubungan hierarki.
Prinsip-prinsip
pemberian Otonomi Daerah yang dijadikan pedoman dalam undang-undang ini adalah
sebagai berikut:
1.
Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah;
2. Pelaksanaan
Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab;
3. Pelaksanaan
Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah
Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas;
4. Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah;
5. Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan
karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah
Administrasi;
6. Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi Badan Legislatif Daerah,
baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
7. Pelaksanaan
Asas Dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai
Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang
dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah; dan
8. Pelaksanaan
asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah,
tetapi juga dari pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
e.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Perubahan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 ke Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004,
disamping karena adanya perubahan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945, juga memperhatikan beberapa Ketetapan MPR dan Keputusan MPR, seperti;
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah; dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 tentang
Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPR,
BPK, dan MA pada sidang tahunan MPR Tahun 2002 dan Keputusan MPR Nomor
5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI untuk menyampaikan saran atas
laporan pelaksanaan keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR,BPK dan MA pada Sidang
Tahunan MPR-RI Tahun 2003.
Perubahan ini
juga memperhatikan perubahan Undang-undang terkait dibidang politik,
diantaranya ; Undang-undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu, Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR DPD dan DPRD,
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden, dan lain-lain
1.2. Pengaturan
kewenangan Pemerintah Daerah terkait dengan perubahan undang-undang tentang
Pemerintahan Daerah.
Terkait dengan
adanya perubahan undang-undang maka kewenangan Pemerintah Daerah juga mengalami
perubahan sesuai dengan perkembangan dan iklim politik yang ada. Berikut ini
akan penulis uraikan sejarah kewenangan Pemerintah Daerah yang diatur pada
masing-masing undang-undang yang pernah dan sedang berlaku tentang Pemerintahan
Daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah berdasarkan :
1.2.1.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
Yang dianggap
sebagai Pemerintah Daerah dalam undang-undang ini adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah (Pasal 5).
Kewenangan DPRD
dinyatakan dalam Pasal 31 ayat (1), 35, dan 36 undang-undang ini, diantaranya :
a. Mengatur dan
mengurus segala urusan rumah tangga daerahnya kecuali urusan yang oleh
undang-undang ini diserahkan kepada penguasa lain.
b. Dapat
membela kepentingan daerah dan penduduknya ke hadapan Pemerintah dan Dewan
Perwakilan rakyat.
c. Untuk
kepentingan daerah atau untuk kepentingan pekerjaan tersebut dapat membuat
peraturan-peraturan yang disebut dengan peraturan daerah.
Kewenangan
Dewan Pemerintah Daerah dinyatakan dalam Pasal 44, 45, dan 49 undang-undang
ini, diantaranya:
a. Menjalankan
keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
b. Menetapkan
peraturan-peraturan penyelenggaraan dari Peraturan Daerah.
c. Mewakili
daerahnya di dalam dan diluar pengadilan. Dalam hal-hal yang dipandang perlu
Dewan Pemerintah Daerah dapat menunjuk seorang kuasa untuk menggantinya.
1.2.2.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
Pemerintah
Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah (Pasal 5).
Kewenangan Pemerintah Daerah dinyatakan dalam Pasal 39 ayat (1), dan 40 ayat (1),
diantaranya :
a. Berhak dan
berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.
b.
Urusan-urusan pemerintahan baik sebagian atau seluruhnya yang telah dipisahkan
dari tangan Pemerintah Pusat.
Kepala Daerah
dalam undang-undang ini menjalankan 2 (dua) fungsi yaitu sebagai alat
Pemerintah Pusat dan sebagai alat Pemerintah Daerah. Sebagai alat Pemerintah
Pusat, Kepala Daerah berwenang :
a. Memegang
pimpinan kebijaksanaan politik didaerahnya, dengan mengindahkan
wewenang-wewenang yang ada pada pejabat-pejabat yang bersangkutan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Menyelenggarakan koordinasi antara jawatan-jawatan Pemerintah Pusat di daerah,
antara jawatan-jawatan tersebut dengan Pemerintah Daerah.
c. Melakukan
Pengawasan atas jalannya Pemerintahan Daerah.
d. Menjalankan
tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh Pemerintah Pusat.
Sebagai alat
Pemerintah Daerah, Kepala Daerah memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif
Pemerintah Daerah baik dibidang urusan rumah tangga daerah maupun bidang
pembantuan.
Kewenangan
Dewan Perwakilan Daerah dinyatakan dalam Pasal 49 dan 55 undang-undang ini,
diantaranya:
a. Menetapkan
Peraturan-peraturan daerah untuk kepentingan daerah atau untuk melaksanakan
peraturan-peraturan yang lebih tinggi tingkatannya yang pelaksanaannya
ditugaskan kepada daerah.
b. Dapat
membela kepentingan daerah dan penduduknya kepada Pemerintah, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah yang lebih tinggi
tingkatannya dengan sepengetahuan Kepala Daerah yang bersangkutan.
1.2.3.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
Dalam rangka
otonomi daerah Pasal 7 undang-undang ini menyatakan bahwa: ” Daerah berhak,
berwenang, dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Yang dimaksud dengan
Pemerintah Daerah dalam undang-undang ini adalah Kepala Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Kewenangan
Kepala Daerah dinyatakan dalam Pasal 22 ayat (1), 23 dan 38, diantaranya:
a. Memimpin
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
b. Mewakili
daerahnya di dalam dan diluar pengadilan, bila dipandang perlu dapat menunjuk
seorang kuasa atau lebih untuk mewakilinya.
c. Menetapkan
Peraturan Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kewenangan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dalam Pasal 29 undang-undang ini,
diantaranya:
a. Mengenai
Anggaran
b. Mengajukan
pertanyaan bagi masing-masing anggota.
c. Meminta
Keterangan
d. Mengadakan
perubahan
e. Mengajukan
pernyataan pendapat
f. Prakarsa
g. Penyelidikan
1.2.4.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Kewenangan
daerah dalam Pasal 7 undang-undang ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain
yang meliputi:
a. kebijakan
tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro
b. dana
perimbangan keuangan
c. sistem
administrasi negara dan lembaga perekonomian negara
d. pembinaan dan pemberdayaan sumber
daya manusia
e.
pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
konservasi dan standarisasi nasional.
Kalau kita
kaitkan dengan ”Teori Sisa” maka secara terperinci mengenai kewenangan daerah
adalah selain yang dikecualikan dalam Pasal 7 diatas. Selain itu yang menjadi
kewenangan daerah yang diatur dalam Pasal 10 undang-undang ini, yaitu mengelola
sumber daya nasional yang tersedia diwilayahnya dan bertanggungjawab memelihara
kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam
Wilayah laut meliputi : eksplorasi, pengaturan tata ruang, penegakan hukum
terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan
kewenangannya oleh pemerintah, dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan
negara.
Sedangkan yang
dimaksud dengan Pemerintah Daerah dalam undang-undang ini adalah Kepala Daerah
beserta perangkat daerah lainnya (Pasal 14 ayat (2)). Kewenangan Kepala Daerah
dinyatakan dalam Pasal 44 ayat (1), 69, diantaranya:
a. memimpin
penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan
bersama DPRD
b. menetapkan
peraturan daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan otonomi
Daerah.
Sedangkan
Perangkat Daerah lainnya, diantaranya:
a. Sekretariat
Daerah, yang berkewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan serta
membina hubungan kerja dengan dinas, lembaga teknis dan unit pelaksana lainnya
(Pasal 61 ayat (5)).
b. Dinas
Daerah, yaitu melaksanakan penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh
Pemerintah kepada Gubernur selaku wakil pemerintah dalam rangka dekonsentrasi
(Pasal 63).
1.2.5.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pemerintahan
daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan
pemerintah, yaitu meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
moneter dan fiskal nasional dan agama (Pasal 10 ayat (1) dan (3)). Urusan
pemerintahan daerah dibagi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan
Wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan
pelayanan dasar warga negara. Sedangkan Urusan Pilihan adalah urusan yang
secara nyata ada didaerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah.
Kewenangan
Pemerintahan Daerah, diantaranya:
1. Urusan
Wajib, dimana urusan dalam skala provinsi dilaksanakan oleh Pemerintahan
Provinsi, yang berskala kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Pemerintahan
Kabupaten/Kota, yang meliputi :
a. perencanaan
dan pengendalian pembangunan
b. perencanaan,
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c.
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
d. penyediaan
sarana dan prasarana umum
e. penanganan
bidang kesehatan
f.
penyelenggaraan pendidikan
g.
penanggulangan masalah sosial
h. pelayanan
bidang ketenagakerjaan
i. fasilitas
pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
j. pengendalian
lingkungan hidup
k. pelayanan
pertanahan
l. pelayanan
kependudukan dan catatan sipil
m. pelayanan administrasi
umum pemerintahan
n. pelaksanaan
administrasi penanaman modal
o.
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya
p. urusan wajib
lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
2. Urusan
pemerintahan yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara
nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Kewenangan
daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut (Pasal 18 ayat (3)), meliputi:
a. eksplorasi,
eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut;
b. pengaturan
administratif;
c. pengaturan
tata ruang;
d. penegakan
hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan
kewenangannya oelh pemerintah;
e. ikut serta
dalam pemeliharaan keamanan; dan
f. ikut serta
dalam pertahanan kedaulatan negara.
Untuk
melaksanakan kewenangannya dalam rangka penyelenggaraan otonomi, daerah
mempunyai hak (Pasal 21), yaitu:
a. mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih
pimpinan daerah;
c. mengelola
aparatur daerah;
d. mengelola
kekayaan daerah;
e. memungut
pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan
bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang
berada di daerah;
g. mendapatkan
sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. mendapatkan
hak lainnyayang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang
dimaksud dengan Pemerintah Daerah dalam undang-undang ini adalah Gubernur,
Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah (Pasal 1 angka 3). Dimana dalam Pasal 24 ayat (2),
dinyatakan bahwa: Kepala Daerah untuk provinsi disebut Gubernur, untuk
Kabupaten disebut Bupati dan untuk Kota disebut Walikota.
Kepala Daerah
mempunyai kewenangan ( Pasal 25), yaitu meliputi:
a. memimpin
penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan DPRD;
b. mengajukan
rancangan Perda;
c. menetapkan
Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. menyusun dan
mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan
ditetapkan bersama;
e. mengupayakan
terlaksananya kewajiban daerah;
f. mewakili
daerahnya di dalam dan diluar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
g. melaksanakan
tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Perangkat
daerah lain, terdiri dari:
a. Sekretariat
Daerah, yang mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam
menyusun kebijakan dan mengoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
b. Dinas Daerah
merupakan unsur pelaksana otonomi daerah
c. Lembaga
Teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan,
kantor, atau rumah sakit umum daerah.
BAB III
PENUTUP
A . Kesimpulan
1. Sejarah
perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari tahun 1957 sampai
dengan sekarang dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pada Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1957 diterapkan sistem Desentralisasi
b. Pada
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 diterapkan sistem Sentralisasi
c. Pada
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 diterapkan sistem Sentralisasi
d. Pada
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 diterapkan sistem Desentralisasi
e. Pada
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 diterapkan sistem Desentraisasi namun dalam
pelaksanaannya masih setengah hati.
2. Pengaturan Kewenangan Pemerintah Daerah
terkait dengan perubahan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah selalu
mengalami perubahan sesuai dengan Sistem Pemerintahan yang diterapkan pada saat
undang-undang bersangkutan diberlakukan.
B . Saran
Kepada Para
pengambil kebijakan pemerintahan khususnya dalam hal pembuatan undang-undang
yaitu legislatif hendaknya dalam melakukan perubahan terhadap suatu produk
perundang-undangan memperhatikan faktor-faktor yuridis, filosofis dan
sosiologis dari tujuan perubahan itu, agar produk berikutnya dapat bertahan
lebih lama.
DAFTAR PUSATAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar