Sabtu, 19 Juli 2014

Makalah Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP)



Sejarah Undang-undang Pemerintahan Daerah

 


BAB I
PENDAHULUAN

A . Latar Belakang
Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Disamping itu, perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyenggaraan pemerintahan negara.
Namun seiring dengan adanya perubahan undang-undang mengenai pemerintahan daerah maka kewenangan penyelenggaraan daerah juga berbeda dari masing-masing perubahan tersebut. Dari semenjak kemerdekaan sampai dengan sekarang sudah terjadi sembilan kali (9x) perubahan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Perubahan tersebut terjadi karena adanya berbagai perubahan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang disesuaikan dengan perubahan zaman.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul ”Pengaturan Kewenangan Pemerintah Daerah sebagai Akibat Perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah”.
B . Permasalahan
1.      Bagaimana sejarah perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari      1957 sampai dengan sekarang ?
2.      Bagaimana pengaturan Kewenangan Pemerintah Daerah terkait dengan perubahan
 undang-undang tentang Pemerintahan Daerah ?


BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Sejarah perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari tahun 1957 sampai dengan sekarang.
Kalau kita ingin tahu tentang baik buruknya dan sebab musabab diatur sedemikian dalam suatu peraturan perundang-undangan maka salah satu jalan yang bisa dilakukan adalah melihat sejarah perubahan dari berlakunya suatu produk perundang-undangan. Dalam hal ini, peran sejarah sangat penting sebagaimana diutarakan oleh sejarawan Polandia B. Miskiewicz, dikatakan bahwa :
Tugas sejarah adalah memeriksa dengan teliti kejadian-kejadian historis, artinya menelusuri otentisitas dan kesungguhan pengetahuan akan fakta-fakta, maupun hubungan satu dengan yang lain di dalam proses sejarah tersebut dan dari sini menurunkan dalil-dalil, hukum-hukum dan kecenderungan-kecenderungan masyarakat. Fakta-fakta tersebut ditentukan berdasarkan bahan-bahan yang digali dari sumber-sumber dan dari sini melalui metode-metode penelitian yang terukur membaca kehidupan individuil dan kemasyarakatan manusia.
Dengan melihat sejarah perubahan perundang-undangan yang ada kita dapat mengetahui maksud yang diinginkan dari perubahan tersebut, sehingga dengan demikian kita mudah memahami norma-norma yang ada dalam suatu produk perundang-undangan.
Dengan keterbatasan yang dimiliki penulis, dalam makalah ini penulis ingin menguraikan tentang sejarah perubahan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah mulai dari tahun 1957 sampai dengan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku sekarang di Indonesia.

a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Ada 4 (empat) persoalan besar yang mau diselesaikan dalam undang-undang ini yang sebelumnya belum dapat diselesaikan, yaitu:
1. Bagaimana seharusnya isi otonomi itu;
2. Berapa selayaknya jumlah tingkat-tingkat yang dapat dibentuk dalam sistem otonomi itu;
3. Bagaimana seharusnya kedudukan Kepala Daerah berhadapan dengan otonomi itu; dan
4. Bagaimana dan apa isi pengawasan yang tak boleh tidak harus dilakukan terhadap daerah-daerah otonomi oleh penguasa pusat.
Secara umum undang-undang ini bermaksud untuk mengatur sebaik-baiknya soal-soal yang semata-mata terletak dalam lapangan otonomi dan ”medebewind” diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
Disamping itu, undang-undang ini juga merancang tentang Pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Dimana Kepala Daerah haruslah seorang yang dekat kepada dan dikenal oleh masyarakat daerah yang bersangkutan, oleh karena itu Kepala Daerah haruslah seorang yang mendapat kepercayaan dari rakyat tersebut dan diserahi kekuasaan atas kepercayaan rakyat itu. Akan tetapi meskipun pada azasnya seorang Kepala Daerah harus dipilih secara langsung, namun sementara waktu dipandang perlu memperhatikan pula keadaan yang nyata dan perkembangan masyarakat di daerah-daerah yang kenyataannya belum bisa sampai ke taraf itu, yang dapat menjamin berlangsungnya pemilihan dengan diperolehnya hasil dari pemilihan itu yang sebaik-baiknya. Untuk sementara waktu Kepala Daerah tetap dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan mmperhatikan syarat-syarat kecakapan dan pengetahuan yang diperlukan bagi jabatan tersebut.
b. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 ke Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dilatarbelakangi karena perkembangan ketatanegaraan setelah Dekrit Presiden Republik Indonesia tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan berlakukanya kembali Undang-undang Dasar 1945, maka undang-undang ini disusun untuk malaksanakan Pasal 18 UUD dengan berpedoman kepada Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara yang dipidatokan Presiden pada tanggal 17Agustus 1959 dan telah diperkuat oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor 1/MPRS/1960 bersama dengan segala pedoman pelaksanaannya.
Sesuai dengan Ketetapan MPRS Nomor: II/MPRS/1960 dan Keputusan Presiden Nomor: 514 tahun 1961, maka undang-undang ini mencakup segala pokok-pokok (unsur-unsur) yang progresif dari Undang-undang No. 22 Tahun 1948, Undang-undang No. 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 (disempurnakan), Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960 dan Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960 (disempurnakan) juncto Penetapan Presiden No. 7 Tahn 1965 dengan maksud dan tujuan berdasarkan gagasan Demokrasi Terpimpin dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan berlakunya satu saja undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah ini, maka dapatlah diakhiri kesimpangsiuran dibidang hukum yang menjadi landasan bagi pembentukan dan penyusunan Pemerintahan Daerah dan dapat diakhiri pula segala kelemahan demokrasi liberal, sehingga akan terwujudlah pemerintahan daerah yang memenuhi sifat-sifat dan syarat-syarat yang dikehendaki oleh Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 yaitu stabil dan berkewibawaan yang mencerminkan kehendak rakyat, revolusioner dan gotong royong, serta terjaminnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang ini berkehendak membagi habis seluruh Negara Republik Indonesia dalam tiga tingkatan daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Otonomi).
c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
Perubahan ini disebabkan karena Undang-undang sebelumnya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan pada waktu itu, dimana sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia maka kedudukan Pemerintah Daerah sejauh mungkin diseragamkan. Disamping itu untuk menjamin terselenggaranya tertib pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dibagi atas daerah besar dan daerah kecil, baik yang bersifat otonom maupun yang bersifat administratif.


d. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Undang-undang ini pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi, karena Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dengan kata lain perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 ke Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah perubahan dari penyerahan urusan ke pengakuan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan menguruh sendiri rumah tangganya.
Hal-hal mendasar dalam undang-undang ini adalah mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Oleh karena itu, undang-undang ini menempatkan otonomi daerah secara utuh pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, yang dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 berkedudukan sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya daerah Tingkat II. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tersebut berkedudukan sebagai Daerah Otonom mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Propinsi daaerah Tingkat I menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1974, dalam undang-undang ini dijadikan daerah Propinsi dengan kedudukan sebagai Daerah Otonom dan sekaligus Wilayah Administrasi, yang melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat yang didelegasikan kepada Gubernur. Daerah Propinsi bukan merupakan Pemerintahan atasan dari daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan demikian, Daerah Otonomi Propinsi dan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mempunyai hubungan hierarki.
Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah yang dijadikan pedoman dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah;
2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab;
3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas;
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah;
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah Administrasi;
6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi Badan Legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
7. Pelaksanaan Asas Dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah; dan
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
e. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Perubahan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 ke Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, disamping karena adanya perubahan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, juga memperhatikan beberapa Ketetapan MPR dan Keputusan MPR, seperti; Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah; dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA pada sidang tahunan MPR Tahun 2002 dan Keputusan MPR Nomor 5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI untuk menyampaikan saran atas laporan pelaksanaan keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR,BPK dan MA pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003.
Perubahan ini juga memperhatikan perubahan Undang-undang terkait dibidang politik, diantaranya ; Undang-undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR DPD dan DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan lain-lain
1.2. Pengaturan kewenangan Pemerintah Daerah terkait dengan perubahan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah.
Terkait dengan adanya perubahan undang-undang maka kewenangan Pemerintah Daerah juga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan iklim politik yang ada. Berikut ini akan penulis uraikan sejarah kewenangan Pemerintah Daerah yang diatur pada masing-masing undang-undang yang pernah dan sedang berlaku tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah berdasarkan :
1.2.1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
Yang dianggap sebagai Pemerintah Daerah dalam undang-undang ini adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah (Pasal 5).
Kewenangan DPRD dinyatakan dalam Pasal 31 ayat (1), 35, dan 36 undang-undang ini, diantaranya :
a. Mengatur dan mengurus segala urusan rumah tangga daerahnya kecuali urusan yang oleh undang-undang ini diserahkan kepada penguasa lain.
b. Dapat membela kepentingan daerah dan penduduknya ke hadapan Pemerintah dan Dewan Perwakilan rakyat.
c. Untuk kepentingan daerah atau untuk kepentingan pekerjaan tersebut dapat membuat peraturan-peraturan yang disebut dengan peraturan daerah.
Kewenangan Dewan Pemerintah Daerah dinyatakan dalam Pasal 44, 45, dan 49 undang-undang ini, diantaranya:
a. Menjalankan keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
b. Menetapkan peraturan-peraturan penyelenggaraan dari Peraturan Daerah.
c. Mewakili daerahnya di dalam dan diluar pengadilan. Dalam hal-hal yang dipandang perlu Dewan Pemerintah Daerah dapat menunjuk seorang kuasa untuk menggantinya.
1.2.2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah (Pasal 5). Kewenangan Pemerintah Daerah dinyatakan dalam Pasal 39 ayat (1), dan 40 ayat (1), diantaranya :
a. Berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.
b. Urusan-urusan pemerintahan baik sebagian atau seluruhnya yang telah dipisahkan dari tangan Pemerintah Pusat.
Kepala Daerah dalam undang-undang ini menjalankan 2 (dua) fungsi yaitu sebagai alat Pemerintah Pusat dan sebagai alat Pemerintah Daerah. Sebagai alat Pemerintah Pusat, Kepala Daerah berwenang :
a. Memegang pimpinan kebijaksanaan politik didaerahnya, dengan mengindahkan wewenang-wewenang yang ada pada pejabat-pejabat yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Menyelenggarakan koordinasi antara jawatan-jawatan Pemerintah Pusat di daerah, antara jawatan-jawatan tersebut dengan Pemerintah Daerah.
c. Melakukan Pengawasan atas jalannya Pemerintahan Daerah.
d. Menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh Pemerintah Pusat.
Sebagai alat Pemerintah Daerah, Kepala Daerah memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif Pemerintah Daerah baik dibidang urusan rumah tangga daerah maupun bidang pembantuan.
Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dinyatakan dalam Pasal 49 dan 55 undang-undang ini, diantaranya:
a. Menetapkan Peraturan-peraturan daerah untuk kepentingan daerah atau untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang lebih tinggi tingkatannya yang pelaksanaannya ditugaskan kepada daerah.
b. Dapat membela kepentingan daerah dan penduduknya kepada Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah yang lebih tinggi tingkatannya dengan sepengetahuan Kepala Daerah yang bersangkutan.
1.2.3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
Dalam rangka otonomi daerah Pasal 7 undang-undang ini menyatakan bahwa: ” Daerah berhak, berwenang, dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah dalam undang-undang ini adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kewenangan Kepala Daerah dinyatakan dalam Pasal 22 ayat (1), 23 dan 38, diantaranya:
a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
b. Mewakili daerahnya di dalam dan diluar pengadilan, bila dipandang perlu dapat menunjuk seorang kuasa atau lebih untuk mewakilinya.
c. Menetapkan Peraturan Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dalam Pasal 29 undang-undang ini, diantaranya:
a. Mengenai Anggaran
b. Mengajukan pertanyaan bagi masing-masing anggota.
c. Meminta Keterangan
d. Mengadakan perubahan
e. Mengajukan pernyataan pendapat
f. Prakarsa
g. Penyelidikan
1.2.4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Kewenangan daerah dalam Pasal 7 undang-undang ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain yang meliputi:
a. kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro
b. dana perimbangan keuangan
c. sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara
d. pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia
e. pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional.
Kalau kita kaitkan dengan ”Teori Sisa” maka secara terperinci mengenai kewenangan daerah adalah selain yang dikecualikan dalam Pasal 7 diatas. Selain itu yang menjadi kewenangan daerah yang diatur dalam Pasal 10 undang-undang ini, yaitu mengelola sumber daya nasional yang tersedia diwilayahnya dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam Wilayah laut meliputi : eksplorasi, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah, dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah dalam undang-undang ini adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya (Pasal 14 ayat (2)). Kewenangan Kepala Daerah dinyatakan dalam Pasal 44 ayat (1), 69, diantaranya:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD
b. menetapkan peraturan daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan otonomi Daerah.
Sedangkan Perangkat Daerah lainnya, diantaranya:
a. Sekretariat Daerah, yang berkewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan serta membina hubungan kerja dengan dinas, lembaga teknis dan unit pelaksana lainnya (Pasal 61 ayat (5)).
b. Dinas Daerah, yaitu melaksanakan penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh Pemerintah kepada Gubernur selaku wakil pemerintah dalam rangka dekonsentrasi (Pasal 63).
1.2.5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah, yaitu meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama (Pasal 10 ayat (1) dan (3)). Urusan pemerintahan daerah dibagi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan Wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara. Sedangkan Urusan Pilihan adalah urusan yang secara nyata ada didaerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah.
Kewenangan Pemerintahan Daerah, diantaranya:
1. Urusan Wajib, dimana urusan dalam skala provinsi dilaksanakan oleh Pemerintahan Provinsi, yang berskala kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Pemerintahan Kabupaten/Kota, yang meliputi :
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
d. penyediaan sarana dan prasarana umum
e. penanganan bidang kesehatan
f. penyelenggaraan pendidikan
g. penanggulangan masalah sosial
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan
i. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
j. pengendalian lingkungan hidup
k. pelayanan pertanahan
l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. pelaksanaan administrasi penanaman modal
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
2. Urusan pemerintahan yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut (Pasal 18 ayat (3)), meliputi:
a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut;
b. pengaturan administratif;
c. pengaturan tata ruang;
d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oelh pemerintah;
e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Untuk melaksanakan kewenangannya dalam rangka penyelenggaraan otonomi, daerah mempunyai hak (Pasal 21), yaitu:
a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. mendapatkan hak lainnyayang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah dalam undang-undang ini adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah (Pasal 1 angka 3). Dimana dalam Pasal 24 ayat (2), dinyatakan bahwa: Kepala Daerah untuk provinsi disebut Gubernur, untuk Kabupaten disebut Bupati dan untuk Kota disebut Walikota.
Kepala Daerah mempunyai kewenangan ( Pasal 25), yaitu meliputi:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan DPRD;
b. mengajukan rancangan Perda;
c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f. mewakili daerahnya di dalam dan diluar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Perangkat daerah lain, terdiri dari:
a. Sekretariat Daerah, yang mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
b. Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah
c. Lembaga Teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah.















BAB III
PENUTUP
A . Kesimpulan
1.      Sejarah perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari tahun 1957 sampai dengan sekarang dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diterapkan sistem Desentralisasi
b. Pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 diterapkan sistem Sentralisasi
c. Pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 diterapkan sistem Sentralisasi
d. Pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 diterapkan sistem Desentralisasi
e. Pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 diterapkan sistem Desentraisasi namun dalam pelaksanaannya masih setengah hati.
2.  Pengaturan Kewenangan Pemerintah Daerah terkait dengan perubahan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah selalu mengalami perubahan sesuai dengan Sistem Pemerintahan yang diterapkan pada saat undang-undang bersangkutan diberlakukan.
B . Saran
Kepada Para pengambil kebijakan pemerintahan khususnya dalam hal pembuatan undang-undang yaitu legislatif hendaknya dalam melakukan perubahan terhadap suatu produk perundang-undangan memperhatikan faktor-faktor yuridis, filosofis dan sosiologis dari tujuan perubahan itu, agar produk berikutnya dapat bertahan lebih lama.
DAFTAR PUSATAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar