PEMALSUAN SURAT
MAHKAMAH KONSTITUSI
DAN MAFIA PEMILU
DAN MAFIA PEMILU
Tugas Mid Semester
Mata
Kuliah : Ilmu Perundang-undangan
Nama : Muhammad Maulana KusumaWardhana
Nim : 502010367
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Kasus pemalsuan Surat Mahkamah
Konstitusi (MK) berawal dari laporan Ketua MK, Mahfud MD yang menyatakan dalam
pemilu 2009 yang lalu, ada indikasi bahwa surat keputusan MK telah dipalsukan.
Menurut Mahfud keluarnya surat palsu tersebut diduga melibatkan Andi Nurpati
yang waktu itu tercatat sebagai salah satu anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU)
dan Arsyad Sanusi yang waktu itu menjadi salah satu hakim konstitusi. Tak cukup
disini kemudian beberapa nama lainnya disebut seperti mantan panitera MK Zainal
Arifin Hoesien, panitera pengganti Mohammad Faiz dan juru panggil MK Masyhuri
Hasan.
Surat keputusan MK menyangkut soal
penetapan anggota DPR RI inilah yang menjadi pokok perdebatannya. Ada dua surat
MK mengenai hal ini, pertama Surat Keputusan MK No. 112/PAN.MK/VII/2009
tertanggal 17 Agustus 2009 yang dinyatakan Mahfud sebagai surat yang asli,
namun selain surat tersebut juga ada Surat Keputusan MK dengan nomor yang sama
tertanggal 14 Agustus 2009 yang dikatakan sebagai surat palsu. Surat tersebut
mengenai penjelasan MK bahwa Mestariyani Hasbie dari Partai Gerindra sebagai
anggota DPR dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan I. Surat MK tersebut
membantah rapat pleno KPU yang menyebutkan Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura sebagai
anggota DPR dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan I.
B .PERMASALAHAN
Bagaimana penyelesaian terjadinya kasus pemalsuan surat
Mahkamah Konstitusi dan Mafia pemilu ?
BAB II
PEMBAHASAN
Ditinjau dari aspek sosiologi hukum kasus ini menarik karena
memperlihatkan pada kita bagaimana hukum memiliki hubungan timbal balik dengan
konteks sosial masyarakat tempat dimana hukum itu diterapkan.Jadi sebagaimana
yang dikatakan oleh Satjipto Rahardjo sosiologi hukum adalah “ilmu hukum yang
mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial
lainnya secara empiris analitis”. Studi sosiologi hukum memiliki beberapa
karakteristik yakni :
Pertama, sosiologi hukum bermaksud untuk memberikan penjelasan terhadap
praktek-praktek hukum seperti pembuatan peraturan perundang-undangan, praktek
dan perilaku koruptif yang dilakukan oleh para penegak hukum seperti polisi,
kejaksaan maupun hakim, atau juga praktek peradilan yang di dalamnya termasuk
mafia peradilan dan mafia pemilu yang melibatkan oknum-oknum KPU dan MK yang
didisain demi menguntungkan seseorang agar terpilih sebagai anggota
Dewan-seperti yang diangkat dalam makalah ini. Sosiologi hukum ingin
menjelaskan mengapa praktek demikian terjadi, apa penyebabnya dan latar
belakang sosial macam apa hingga itu semua terjadi. Max Weber mengatakan bahwa
cara ini adalah interpretative understanding yang tidak dikenal dalam studi
hukum konvensional. Sosiologi hukum tidak hanya melihat dari aspek luar yang
tertampakan dalam perilaku seseorang saja, namun juga ingin melihat dari sisi
dalam internal seseorang menyangkut motif-motif seseorang untuk
bertindak.Disini perilaku yang taat pada hukum maupun yang menyimpang tidak
dibedakan karena keduanya merupakan obyek dari studi sosiologi hukum.
Kedua, sosiologi hukum berusaha untuk menguji keabsahan empiris, dengan
berusaha melihat kaedah hukum (sesuatu yang digariskan oleh hukum) dengan
fakta-fakta empiris yang terjadi sesungguhnya dalam praktek.
Ketiga, sosiologi hukum tidak
memberikan penilaian terhadap hukum.Praktek yang menyimpang dari hukum dan
ketaatan pada hukum sama-sama merupakan obyek pengamatan.Ia tidak menilai
apakah ketaatan pada hukum lebih tinggi daripada perilaku sikap-sikap melawan
hukum. Fokus sosiologi hukum hanyalah memberikan penjelasan obyektif dan
empiris mengenai hal-hal yang dipelajari oleh sosiologi hukum, jadi dalam hal
ini dapat dikatakan sosiologi hukum itu netral dan hanya bersifat memberi
penjelasan.Pendekatan seperti ini sering menimbulkan kesan bahwa sosiologi
hukum tidak bersikap terhadap praktek-praktek hukum, bahkan terkesan
membenarkan praktek-praktek yang menyimpang dan bertentangan dengan hukum.Tentu
tidaklah demikian, sosiologi hukum kekuatannya justru ada pada fokus
ekpalanasinya (memberikan penjelasan) dengan mendekati hukum dari sisi obyektif
semata dengan tujuan untuk memberi penjelasan terhadap praktek-praktek hukum
yang ada.
Ciri khas sosiologi hukum seperti yang
diterangkan diatas menurut Satjipto Raharjo merupakan kunci bagi peneliti yang
ingin mengkaji sosiologi hukum. Dengan model penyelidikan seperti itu maka
orang akan langsung berada di tengah-tengah sosiologi hukum.
2. Hukum Sebagai Kontrol Sosial
Kontrol sosial (social control) biasanya diartikan sebagai suatu proses,
baikyang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau
bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi system kaidah dan nilai yang
berlaku. Perwujudan social control tersebut mungkin berupa pemidanaan,
kompensasi, terapi maupun konsiliasi. Fungsi hukum adalah menerapkan mekanisme
kontrol sosial yang akan membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat
yang tidak dikehendaki, sehingga hukum mempunyai fungsi untuk mempertahankan
eksistensi sekelompok masyarakat .
pemalsuan merupakan suatu jenis
pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh
keuntungan bagi diri sendiri atau bagi orang lain. Suatu pergaulan hidup yang
teratur di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa
adanya jaminan kebenaran atas beberapa bukti surat dan alat tukarnya. Karenanya
perbuatan pemalsuan dapat merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup dari
masyarakat tersebut .Kejahatan pemalsuan yang dimuat dalam KUHP digolongkan
menjadi 4 golongan, yakni:
a.Kejahatan sumpah palsu.
b.Kejahatan pemalsuan uang.
c.Kejahatan pemalsuan materai dan
merk.
d.Kejahatan pemalsuan surat.
Penggolongan tersebut didasarkan atas
objek dari pemalsuan. Dengan demikian kasus pemalsuan surat MK termasuk dalam
kejahatan pemalsuan surat. Membuat surat palsu adalah membuat sebuah surat yang
seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan
dengan yang sebenarnya. Membuat surat palsu ini dapat berupa:
. Membuat sebuah surat yang sebagian
atau seluruh isi surat tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran. Membuat
surat yang demikian disebut dengan pemalsuan intelektual.
b. Membuat sebuah surat yang
seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain si pembuat surat. Membuat
surat palsu yang demikian ini disebut dengan pemalsuan materil. Palsunya surat
atau tidak benarnya surat terletak pada asalnya atau si pembuat surat .
Perbuatan memalsu surat adalah berupa
perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas
sebuah surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain/ berbeda
dengan isi surat semula . Tidak penting apakah dengan perubahan itu lalu isinya
menjadi benar atau tidak ataukah bertentangan dengan kebenaran ataukah tidak,
bila perbuatan mengubah itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, memalsu
surat telah terjadi. Orang yang tidak berhak itu adalah orang selain si pembuat
surat. Didalam surat terkandung arti atau makna tertentu dari sebuah pikiran,
yang kebenarannya harus dilindungi. Diadakannya kejahatan pemalsuan surat ini
ditujukan pada perlindungan hukum terhadap kepercayaan masyarakat terhadap
kebenaran akan isi surat.
Pemalsuan surat diatur dalam Bab XII
buku II KUHP, dari Pasal 263 s.d 276. Pemalsuan surat pada umumnya, yaitu berupa
pemalsuan surat dalam bentuk pokok (bentuk standar), diatur dalam Pasal 263,
yaitu:
(1) Barang siapa membuat surat palsu
atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau
pembebanan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut
seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, dipidana jika pemakaian tersebut
dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara
paling lama 6 tahun.
(2) Dipidana dengan pidana yang sama,
barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah
asli, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Perbedaan prinsip antara perbuatan
membuat surat palsu dan memalsu surat, adalah bahwa membuat surat palsu atau
membuat palsu surat, sebelum perbuatan dilakukan, belum ada surat, kemudian
dibuat suatu surat yang isinya sebagian atau seluruhnya adalah bertentangan
dengan kebenaran atau palsu . Seluruh tulisan dalam surat itu dihasilkan oleh
perbuatan membuat surat palsu. Surat yang demikian disebut dengan surat palsu
atau surat tidak asli. Berbeda dengan perbuatan memalsu surat, sebelum
perbuatan itu dilakukan, sudah ada sebuah surat (disebut surat asli). Kemudian pada
surat yang asli ini, terhadap isinya (termasuk tanda tangan dan nama si pembuat
asli) dilakukan perbuatan memalsu yang akibatnya surat yang semula benar
menjadi surat yang sebagian atau seluruh isinya tidak benar dan bertentangan
dengan kebenaran atau palsu. Surat yang demikian disebut dengan surat yang
dipalsu.
Unsur kesalahan dalam pemalsuan surat
pada ayat (1), yakni dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai surat palsu atau surat dipalsu itu seolah-olah isinya benar dan tidak
dipalsu. Maksud yang demikian harus sudah ada sebelum atau setidak-tidaknya
pada saat akan memulai perbuatan itu.
Pada unsur atau kalimat “seolah-olah
isinya benar dan tidak dipalsu” mengandung makna :
(1) Adanya orang-orang yang terperdaya
dengan digunakannya surat-surat yang demikian.
(2) Surat itu berupa alat yang digunakan
untuk memperdaya orang, orang mana adalah orang yang menganggap surat itu asli
dan tidak palsu, yakni orang terhadap siapa maksud surat itu digunakan, bisa
orang-orang pada umumnya dan bisa juga orang tertentu.
Unsur lain dari pemalsuan surat dalam
ayat (1), ialah jika pemakai surat palsu atau surat dipalsu tersebut dapat
menimbulkan kerugian. Kerugian yang timbul tidak perlu diinginkan atau
dimaksudkan petindak. Tidak ada ukuran-ukuran tertentu untuk menentukan akan
adanya kemungkinan kerugian jika surat palsu atau surat dipalsu itu dipakai,
hanya bedasarkan pada akibat-akibat yang dapat dipikirkan oleh orang-orang pada
umumnya yang biasanya dapat terjadi dari adanya penggunaan surat semacam itu.
Tidak penting bagi siapa kerugian yang dapat timbul akibat pemakaian surat
palsu atau surat yang dipalsu itu. Oleh karena dipisahnya antara kejahatan
membuat surat palsu dan memalsu surat dengan memakai surat palsu atau surat
dipalsu, maka terhadap hal yang demikian dapat terjadi pelanggaran ayat (1) dan
pelanggaran ayat (2) dapat dilakukan oleh orang yang sama. Artinya petindak
menghendaki melakukan perbuatan memakai, ia sadar bahwa surat yang ia gunakan
itu adalah surat palsu atau surat dipalsu, ia sadar atau mengetahui bahwa
penggunaan surat itu adalah seolah-olah pemakaian surat asli dan tidak dipalsu,
ia sadar atau mengetahui bahwa penggunaan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Unsur kesengajaan yang demikian harus dibuktikan.
Perbandingan antara Surat MK yang
asli dan palsu adalah sebagai berikut :
URAIAN ASLI PALSU
Nomor Surat 112/PAN.MK/VIII/2009
(diketik) 112/PAN.MK/VIII/2009 (diketik)
Nomor Perkara 84/PHPU.C/VII/2009
84/PHPU.C/VII/2009
Tanggal surat 17 Agustus 2009 14
Agustus 2009
Obyek yang dimohonkan Mencantumkan
poin berisi jumlah suara Pemohon (Partai Hanura) sebagai obyek yang
dimohonkan.Dilanjutkan poin amar putusan yang mencantumkan penambahan jumlah
suara Tidak mencantumkan poin jumlah suara sebagai obyek yang dimohonkan.
Langsung mencantumkan amar putusan berupa jumlah penambahan suara
Perolehan Suara Obyek yang
dimohonkan:
•Kab.Gowa: 12.879
•Kab.Takalar: 5.414
•Kab. Jeneponto: 5.883
Amar Putusan:
•Kab.Gowa: 13.012
•Kab.Takalar: 5.443
•Kab. Jeneponto: 4.206 Amar Putusan,
berupa penambahan suara:
•Kab.Gowa: 13.012
•Kab.Takalar: 5.443
•Kab. Jeneponto: 4.206
Dalam kasus pemalsuan surat MK, pihak
MK telah melakukan membentuk tim investigasi internal pada tanggal 21 Oktober
2009. Tim tersebut menemukan adanya perbedaan antara surat asli MK dan surat
palsu, dimana pada surat palsu terdapat kata “penambahan” dan tertanggal 14
Agustus 2009. Berdasarkan hasil temuan tim investigasi MK telah melaporkan
kasus dugaan penggelapan dan pemalsuan surat kepada Polri pada tanggal 12
Februari 2010.
Dalam penerapan hukum sebagai kontrol
sosial, maka peranan penegak hukum menjadi sangat penting.Penegakan hukum pada
dasarnya adalah bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum
dalam masyarakat, sehingga masyarakat merasa dapat memperoleh hakny, dan
manakala haknya telah didapatkan, maka hak tersebut dapat dilindungi. Penegakan
hukum juga dilihat sebagai upaya yang dilaksanakan oleh alat-alat control
(pengendali sosial) resmi yang memaksakan internalisasi hukum dalam masyarakat
.
3. Dimensi Politik
Pasca Rapat Dengar Pendapat (RDP)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan KPU dan Bawaslu di Gedung DPR pada
Selasa,14 Juni 2011 lalu sejumlah anggota Komisi II DPR RI dari berbagai fraksi
mendorong pembentukan Panja untuk mengungkap pemalsuan surat MK. Panja DPR
Pemalsuan Surat MK akhirnya resmi disepakati dengan nama Panja Mafia Pemilu.
Kesepakatan nama Panja ini dilakukan dalam rapat tertutup. Nama Panja Mafia
Pemilu disepakati karena kasus yang hendak diungkap dinilai memang bisa
mendekati pada kategori praktek mafia. Apabila terbukti, Panja kedepan akan
mengusut terjadinya pemalsuan surat MK terkait penetapan perolehan kursi calon
anggota legislatif pada Pemilu 2009. Panja Mafia Pemilu beranggotakan 25 orang.Fraksi
Partai Demokrat yang semula tidak setuju karena lebih memilih jalur hukum,
akhirnya menyetujui dengan catatan FPD meminta kasus dugaan kursi bermasalah di
DPR tidak dipolitisasi.
MK Mahfud MD mengakui, pembentukan
Panja DPR yang akan mendalami dugaan pemalsuan surat MK oleh Andi Nurpati
berpotensi membuka kasus lainnya. Proses di Panja beresiko membuka kotak
pandora. Sangat besar kemungkinan munculnya pertanyaan atas kasus-kasus lain
diluar kasus pemalsuan Surat MK ke KPU No. 112/PAN.MK/VII/2009. Ketua MK telah
menyatakan bahwa terdapat 16 surat MK lain yang diduga dipalsukan. Juga adanya
pernyataan hakim konstitusi Akil Mochtar tentang system penghitungan putaran
ketiga yang sudah diputuskan MK, tetapi ditengarai ditafsirkan berbeda oleh KPU
.
Isu-isu yang dibahas Panja bisa liar
dan mengarah pada masalah di luar ranah hukum, tapi bisa ke isu-isu yang
bersifat politis.Jika masalah ini melebar dapat mengancam stabilitas politik.
Proses politik yang akan terjadi dalam Panja bisa memunculkan keraguan tentang
keabsahan hasil Pemilu Legislatif 2009, sekaligus keabsahan anggota DPR dan
DPRD di seluruh Indonesia. Masalah sengketa Pemilu yang tidak terkait dengan
keputusan MK bisa juga muncul dalam Panja tersebut.
Dari sisi kriminalitas, tindakan ini
bisa dipandang sebagai bentuk kejahatan dengan konsekuensi hukum pidana
biasa.Tetapi jika dikontekstualisasi secara substansial maka tindakan ini
memiliki sejumlah implikasi sangat serius, tidak bisa dipandang sebagai
kejahatan biasa karena dijalankan secara konspiratif.Menurut pakar Konspirasi,
Karl Poper (2006) dunia politik merupakan panggung penerapan konspirasi yang
dibangun secara delusif, diteorisasi, dan diaplikasikan secara sempurna.Karena
itu, pentas politik tidak mudah untuk dipahami dan diurai secara sederhana,
butuh kedalaman pengamatan dan kecermatan untuk memahami dimensi-dimensi
anatomisnya. Sedangkan dampak dari kejahatan Pemilu itu sendiri adalah :
1. Pemilu merupakan sarana rakyat
menyalurkan aspirasinya secara jujur dan tulus untuk menentukan siapa wakil
yang dikehendaki untuk menyampaikan aspirasinya dalam proses pembangunan bangsa
dan negara. Karena itu, pilihan rakyat dapat dipandang sebagai bentuk
kepercayaan secara mutlak.Siapapun yang mengubah hasil pilihan rakyat, sesungguhnya
dia telah mengubah secara sepihak kepercayaan rakyat.Jadi, mengubah keputusan
rakyat dapat dipandang sebagai tindakan mengingkari aspirasi rakyat.
2. Kepercayaan yang diberikan oleh
rakyat dalam penentuan hasil pemilu, berimplikasi terhadap legalitas seseorang
menduduki jabatan sebagai wakil rakyat. Hanya mereka yang dipilih yang bisa
dengan legal menggunakan legitimasi rakyat untuk menindak, memutuskan, dan
mengambil kebijakan di tingkat negara. Jika ada seseorang atau sekelompok orang
yang menggeser suara pilihan rakyat kepada orang lain yang bukan pilihan rakyat
maka segala keputusan yang dia lakukan merupakan produk tidak legal dan
melanggar asas perwakilan rakyat.
Persoalannya adalah, jika terbukti
bahwa pelaksanaan Pemilu 2009 dipenuhi sejumlah kecurangan fundamental,
merekayasa yang kalah menjadi pemenang, mengubah yang tidak menduduki kursi
legislatif menjadi bisa menduduki maka seluruh produk kebijakan dan hukum yang
dihasilkan cacat secara hukum.
Kasus pemalsuan surat MK adalah satu
dari sekian banyak kasus kecurangan nyata yang terjadi. Negara gagal
menciptakan sistem yang sensitif terhadap kemungkinan politisasi hasil Pemilu
maupun Pemilukada.Bahkan sebaliknya, sistem memberi akses luas bagi adanya
intervensi politik kasus-kasus sengketa Pilkada atau Pemilu meski di ranah
hukum sekalipun.Tuduhan ketidaknetralan Andi Nurpati ketika menjabat sebagai
anggota KPU, pun bukan tanpa alasan.Seleksi keanggotaan institusi penyelenggara
ini memang sulit dipisahkan dari kepentingan tertentu terutama partai politik.
Suaka politik dan balas jasa yang dilakukan partai politik terhadap mantan
anggota KPU, tidak hanya pada Andi Nurpati, tetapi ada sejumlah anggota KPU di
daerah misalnya bahkan mundur di tengah jalan lalu masuk ke dalam struktur
partai. Tentu saja tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena itu adalah
keputusan pribadi.Akan tetapi, trend seperti ini semakin menguatkan dugaan
publik terhadap ketidaknetralan sebagian penyelenggara Pemilu.Oleh sebab itu,
harus ada langkah strategis dengan mereformasi mekanisme pemilihan
penyelenggara Pemilu.Tidak sekedar netralitas secara formal bahwa tidak sedang
menjabat sebagai pengurus partai politik, tetapi juga latar belakang
personalnya.Apakah itu pernah terlibat dalam relasi institusional dalam
organisasi sayap partai atau simpul-simpul kepentingan partai politik. Termasuk
pola seleksi penyelenggara anggota KPU yang selama ini disadari atau tidak
sangat bernuansa politis, tidak saja karena keterlibatan parlemen yang notabene
merepresentasikan kepentingannya, tetapi juga dominasi kepentingan garis
kepentingan tertentu baik itu kelompok masyarakat maupun organisasi massa.
BAB III
PENUTUP
A .KESIMPULAN
pihak MK telah melakukan membentuk tim
investigasi internal pada tanggal 21 Oktober 2009. Tim tersebut menemukan
adanya perbedaan antara surat asli MK dan surat palsu, dimana pada surat palsu
terdapat kata “penambahan” dan tertanggal 14 Agustus 2009. Berdasarkan hasil
temuan tim investigasi MK telah melaporkan kasus dugaan penggelapan dan
pemalsuan surat kepada Polri pada tanggal 12 Februari 2010.
Dalam penerapan hukum sebagai kontrol
sosial, maka peranan penegak hukum menjadi sangat penting.Penegakan hukum pada
dasarnya adalah bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum
dalam masyarakat, sehingga masyarakat merasa dapat memperoleh hakny, dan
manakala haknya telah didapatkan, maka hak tersebut dapat dilindungi.
B .SARAN
Dari sisi kriminalitas, tindakan ini
bisa dipandang sebagai bentuk kejahatan dengan konsekuensi hukum pidana
biasa.Tetapi jika dikontekstualisasi secara substansial maka tindakan ini
memiliki sejumlah implikasi sangat serius, tidak bisa dipandang sebagai
kejahatan biasa karena dijalankan secara konspiratif.Menurut pakar Konspirasi,
Karl Poper (2006) dunia politik merupakan panggung penerapan konspirasi yang
dibangun secara delusif, diteorisasi, dan diaplikasikan secara sempurna. Karena
itu, pentas politik tidak mudah untuk dipahami dan diurai secara sederhana,
butuh kedalaman pengamatan dan kecermatan untuk memahami dimensi-dimensi
anatomisnya
DAFTAR PUSTAKA
http://sosiologihuku.blogspot.com/2011/07/pemalsuan-surat-mahkamah-konstitusi-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar